Sabtu, 10 Juni 2023

Berlagak Seperti Rindu

Kabut pagi hari bukan hanya membawakan angin dan suhu dingin. Tentu saja embun pagi pun tak luput dari daftarnya yang sudah tersebar dari sejak subuh. Lambat laun matahari pagi pun muncul di balik celah-celah dedaunan, ranting dari pohon beringin.

Naula dan Nauma gadis kembar yang memiliki poni setengah kening dan potongan rambut empat jari di bawah telinga sedang asyik bergotong royong menyapu halaman rumah. Gigi kelinci keduanya terlihat bersamaan ketika beradu canda.

Mereka pun memisahkan sampah, salah satu pekerjaan rumah yang sudah dipelajari dari guru sekolahnya. Sampah basah, sampah kering dan sampah berbahaya. Naula dan Nauma pun membawanya ke tempat penampungan sampah yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumahnya. Ia pun melabeli ketika ada sampah yang berbahaya, ia tulis dengan nama “Hati-hati ada baterai”.

Naula dan Nauma berjalan pulang sambil berbagi cerita akan tugas kelompok Bahasa Daerah. Mereka berbagi saran karena perbedaan kelas. Naula kelas B dan Nauma kelas J. Saking seriusnya mereka berbincang, ternyata dari kejauhan ada Hubo yang sudah lama memanggil-manggil nama Nauma.

Hubo adalah kakak kelas mereka, dia memanggil Nauma karena mereka satu ekstrakurikuler. Yaitu, catur. Hubo meminta Nauma untuk lebih serius lagi karena Nauma satu-satunya perwakilan catur dari sekolah mereka. Hubo dan lainnya tidak lolos, jadi mereka sangat mempercayakan dan sangat mendukung Nauma. Hubo memberikan Nauma satu sachet susu jahe yang dibelinya di warung.

“Ini buat kamu,”

Tapi mata Hubo malah melihat Naula yang sedang meledek tingkahnya yang lucu memberikan satu sachet susu jahe sambil malu-malu. Sedangkan Nauma berlagak cuek, “oke, doain ya kak,”

Sampai di rumah seperti biasa mereka mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Karena Cuma punya cermin kecil 4x8 cm dan itu pun satu, setiap hari mereka saling memanfaatkan untuk bertanya kelengkapan pakaian seragam masing-masing.

“Rambut diikat, seragam pas, sabuk oke, kaos kaki bersih, topi digantung di sabuk, tinggal sepatu ada di luar,”

Di sekolah, di jam istirahat ketika orang lain berkumpul untuk membuka bekal atau makan cemilan bareng yang mereka beli di kantin, Naula dan Nauma hanya duduk di kursinya masing-masing. Naula di kelas B, dan Nauma di kelas J. Naula sibuk dengan menghafal skenarionya di ekstrakurikuler teaternya satu bulan ke depan. Sedangkan Nauma fokus membaca buku taktik bermain catur yang dia pinjam dari perpustakaan.

Sepulang sekolah, sebelum ke rumah mereka pergi ke rumah neneknya untuk membantu membersihkan gudang. Mereka berdua berganti pakaian dan mulai bekerja. Naula dan Nauma mengangkat kasur secara estafet, mengeluarkan rak sepatu, membersihkan alang-alang dari langit-langit gudang, dan terakhir mengangkat lemari yang ternyata di isi beberapa anak tikus. Tanpa takut, Naula mengeluarkan mereka dengan sarung tangan yang sudah neneknya siapkan. Sedangkan Nauma hanya menggigil ketakutan.

Setelah selesai mengeluarkan semua barang, Naula bertugas menyapu dan Nauma mengelap beberapa barang termasuk rak sepatu, kemudian membersihkan kipas angin yang dari awal sudah dijadikan target. Karena debunya yang tebal, membuat Nauma terobsesi untuk membersihkannya. Sampahnya yang banyak Naula kumpulkan di plastik besar, kemudian dia mengelap tembok dan menyemprotkan desinfektan. Segera ia pel lantai dan air bekas pelnya ia siramkan ke pohon besar di halaman belakang rumah neneknya.

“Sudah kak?” seru neneknya. “kalau sudah, pulang saja, biar nenek yang membereskan,”

“tidak mengapa, biar kami saja, nek. Ini tak seberapa daripada jasa nenek yang membesarkan dan merawat ibu kami dulu,” Nauma pun menjawab.

“Iya, karena nenek baik menjaga dan merawat ibu kami. Akhirnya kebaikannya itu ditularkan pula sampai di Naula dan Nauma,” tambah Naula.

Kemudian Naula dan Nauma pun bergegas memasukan barang dan peralatannya ke gudang. Menyusun agar lebih rapi dari posisi semula.

Karena hampir Maghrib, akhirnya mereka pun berpamitan.

Di perjalanan pulang, pandangan Naula dan Nauma terhenti ketika melihat matahari senja. Warnanya yang indah, menghipnotis mereka untuk duduk sementara di bangku lapang bola dekat rumahnya.

“hm,” Naula tiba-tiba menangis merindukan ayahnya.

“tak apa Naula aku juga sama rindu sama ayah. Aku tahu karena bukan kali ini saja kamu menangis terbawa suasana kalau melihat matahari senja. Mending usap air matamu itu . Ini ada sesuatu untuk kamu,”

Nauma mengambil kantong keresek yang diisi dengan sebuah buket, iya itu buket susu jahe.

“Ini semua dari Hubo. Saya kumpulkan karena ada huruf di setiap kemasannya. Hmmm, aku nunggu kemasan terakhir kemarin. Aku kira yang muncul huruf M ternyata huruf L. Ini buat kamu, tapi buket ini dibuat sama aku”

“Kamu cemburu?”

“ya, sedikit. Kecewanya banyak, katanya susu jahenya buat aku. Tapi malah ada huruf L. Untung saya simpan,”

Nauma memberikannya dengan lapang. Mereka pun memandang langit senja itu kembali.

“hm,”


_Selesai_


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Coretan

 Navigasi Oleh: Dina. S Dia tidak pernah takut dan menghindar Selalu peduli dan mencoba memperbaiki Saat kau memuja jembatan yang dipakai un...