Jumat, 04 Oktober 2024

Coretan

 Navigasi

Oleh: Dina. S



Dia tidak pernah takut dan menghindar

Selalu peduli dan mencoba memperbaiki

Saat kau memuja jembatan yang dipakai untuk menyebrang

Dia kokohkan hanya sebagai batas perjalanan


Kepangan rambut wanita mencapai tas biru

Mengecup kening lelaki dan menjabat jari kelingkingnya

Berpesan dengan sorot matanya yang sendu


“Berotasilah bagai angin yang mengarungi udara

Dalam rongga mega, melesatlah tuk curangi senja

Dedaunan musim gugur yang dijaring laba-laba

Menjadi selimut saat malam mulai tiba”


Rabu, 02 Oktober 2024

Coretan

 Tumpah

Oleh: Dina. S


Menggulai lamunan ke dalam foto kasut garis berwarna merah

Tintanya mengering seperti karat kuning di panci yang runcing

Rindu yang hangat bak menguap dari yang erat

Mata kian sembab saat menuangkannya dalam mangkuk


Tak ingin bertemu namun hati tumpah menahan rindu

Sebuah genggaman rasa dihimpit waktu yang berselisih

Ketakutan untuk saling mengenal

Atau lebih baik acuh sebab takkan utuh


Mengganjalnya dalam tidur yang panjang

Dari satu mimpi ke setiap mimpi di dalam mimpi

Digulungnya sampai terlipat kecil

Ku timbun, hingga hujan pagi hari membawanya jauh pergi


Selasa, 24 September 2024

Coretan

Kata dan Bunyi

Oleh: Dina. S


Lengah berlari ke dalam taman

Tenang dibubuhi asa

Hiruk-pikuk diganti bayu meniup-niup

Tiup bunga merayap daunnya


Mengais bunga kuning berkelopak lima

Meliuk-liuk putihnya meneduhkan ego

Kuning cerah mengikat hati yang berdebar

Kuat genggaman pasti berakhir diasingkan


Taman penuh bunga meluapkan kata-kata

Namun gersangnya taman takkan ada kesan


Bagai perut yang terisi, keluar kata yang ingin dipuji

Lalu perut kosong kalap melahap makanan karena tak ingin berbunyi


Sabtu, 21 September 2024

Coretan

Peri

Oleh: Dina. S


Ribuan kelompok peri yang dulu hidup di balik bebatuan

Terbang melintasi kebun-kebun berasap

Satu persatu jatuh ke dalam pekatnya sungai

Berbaris merayap dari tiang ke tiang aliran listrik


Dari ribuan kini menyisakan satu kelompok peri

Membenahi rumah kosong di ujung tebing

Memupuk kembali rasa dengan cinta

Tersaksi sungai yang ditandu batu-batu


Berbeda hidangan tak luput dalam kenangan

Yang datang tak menggantikan yang pulang

Tersisa sedikit tapi itulah kehidupan

Tidak sesak tidak juga menyenangkan

Sabtu, 14 September 2024

Cerpen

Penjual Ikan

Oleh: Dina. S


Saat matahari mulai terpecah aku teringat kebersamaan dengan adik serta sahabatku. Kita mandi bersama di sumur samping pemakaman umum. Merenggangkan tangan di tepian sumur saling bertukar cerita. Bercerita sekedar rumor hantu yang berkeliaran di kebun singkong atau mimpi kami masing-masing.

Aku mengawali permohonan dengan melempar satu koin yang aku temui di sudut jendela kamar ke tengah sumur. Tentu saja permintaanku ingin sebuah kerukunan antara keluarga dan sahabatku. Karena mereka amat sangat berarti. Dengan menutup mata aku ungkap dengan keras permohonanku di dalam hati.

Setelah koin tenggelam ke dalam dasar, gelombang kecil lenyap dan untaian do’a tertutup di dalam hati, kemudian secara bergantian adik dan sahabatku mengikuti ritual yang sama. Lalu, kami pulang dan melewati penghujung hari bersama-sama seperti biasa.

Masa lalu telah memudar dan impian tiada terwujud. Hubungan kami merenggang setelah peristiwa angin kencang yang menyerang desa kami. Aku, adik dan sahabatku dipisahkan oleh angin. Bangunan di desa kami terbuat dari anyaman bambu rusak tak tersisa. Beberapa orang hilang karena hanyut terbawa air pasang termasuk dua orang yang sangat aku sayangi. Dan aku masih berharap bisa bertemu dengan mereka untuk menemani di usia senjaku.

Setelah peristiwa itu warga yang tersisa membangun kembali desa secara gotong royong. Aku, ibu dan ayahku sudah ikhlas kehilangan adikku. Termasuk warga setempat yang kehilangan anggota keluarganya. Kami memulai swasembada bersama dengan menanam jenis tanaman bahan makanan lalu menjualnya ke distributor. Semua dilakukan secara sederhana dengan ketekunan yang akhirnya kehidupan warga semakin hari semakin membaik.

Jaman berganti dan banyak perubahan terjadi, setiap warga memiliki kehidupan serta mimpi masing-masing. Kita meninggalkan kegiatan berkebun, termasuk aku yang berganti menjadi berjualan ikan. Sayangnya toko ikan hias yang aku bangun tidak seramai dulu. Akhirnya di usia senja ini, pagi hari aku berjualan ikan air tawar. Satu jerigen berisi ikan nila dan satu lagi ikan mujair. Hanya dengan menggunakan sepeda aku berkeliling desa. Karena sudah memiliki beberapa pelanggan tetap beberapa ibu rumah tangga dan warung makan. Jadi tidak terlalu banyak memakan waktu dalam menjual ikan air tawar. Lalu, jam sepuluh penjualan berganti menjadi ikan hias. Namun menjajakan ikan hias tidak tetap. Setiap hari berbeda sekolah. Hari ini ke Taman kanak-kanak esoknya ke Sekolah Dasar. Biasanya ikan hias habis saat menjelang pembagian raport. Para orang tua memberikan hadiah ikan hias untuk keuletan anaknya mengikuti pembelajaran di sekolah.

Di rumah saat menyeka kaca akuarium aku teringat minggu kemarin. Aku memberikan ikan mujair ke anak yang kehilangan ibunya yang melompat ke sungai. Ingin aku sambangi ke rumahnya karena ia menyebut nama ibunya seperti nama adikku.

Aku memberi makanan ikan arwana kesayangan cucuku. Sambil memandangi ikan aku teringat kejadian sore hari. Anak kecil bersama kakaknya berkunjung ke toko ikan hias. Dia menangis karena ikan hiasnya mengambang tak bernyawa.

Sedikit aku dengar perbincangan mereka, ternyata ikan yang mengambang itu ikan pemberian dari seorang kakek untuk cucunya. Saat menyebutkan nama kakeknya aku terperangah lalu menghampiri mereka. Setelah usai saling bercerita tentang kakek mereka yang ternyata sahabatku, akhirnya aku memberikan gratis ikan hias yang dipilih oleh kakaknya untuk adiknya. Tiada kata salam untuk kakek mereka yang ternyata telah tiada tahun lalu.

Gerimis pagi ini di bawah payung, aku menuturkan doa di atas pusara adikku. Ditemani anakku ia memimpin doa agar adikku yang meninggal tidak wajar bisa beristirahat tenang.

Kita berkunjung ke rumahnya dan hati ini sangat teriris karena rumahnya sangat berantakan dan dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga. Lalu, aku ajak anak beserta cucunya untuk pindah sementara di rumah peninggalan orang tua kami. Adikku menderita demensia dan ingatannya berhenti ketika melempar koin ke dalam sumur.

Menurut penuturan anaknya ia selalu mencari sumur dan melemparkannya koin. Lalu menyebut suatu permintaan yang sama denganku. Seketika aku menangis mengenang saat bermain bersama adik dan sahabatku .


-Selesai-

Kamis, 12 September 2024

Coretan

 Sporangium

Oleh: Dina. S


Di balik papan dirangkai rasa ingin tahu

Arti dari dogma, cinta dan derita

Tangan dan tatapnya menari-nari

Ritme yang sama dengan ucapan


Riuhnya buku-buku yang tak beraturan

Mengurung cerita terbata-bata di dalam sampul usang

Judul yang diikat selembar kulit kerang

Merindu jejak-jejak jari tangan dicelah rak


Kesendirian menampakan dogma

Berdua melahirkan cinta

Meniadakan tujuan lapang dalam derita


Senin, 09 September 2024

Cerpen

Telaga

Oleh: Dina. S

Seseorang menemukan sebuah telaga di tengah hutan yang menyisakan tanah yang tandus. Dia melemparkan rangkaian bunga di tengah pusaran. Wajah yang pucat dan mata sembab melahap pemandangan bunga yang meresap masuk ke dalam pusaran air telaga.

Tiada harapan dari sorot matanya, hingga getir dari ringkihan tangis mengisyaratkan seseorang keluar dari balik pusaran air. Hati yang sesak menahan pilu layaknya selimut-selimut yang mengganjal patahan dari pahatan jendela kamar. Entah luka yang tergores karena pecahan dari kaca jendela yang sama.

Angin-angin yang sejak awal mencelupkan diri dalam telaga. Tanpa terputus hingga panas mentari menjejalkan menjadi gelembung dan terhempas di atas tanah yang tandus. Permukaan yang tenang seketika mencipratkan air ke luar telaga lalu dengannya ia melunakkan tanah serta bebatuan di tepian.

Dia yang menangis kemudian pergi dengan meninggalkan kenangan yang ditenggelamkan bersama rangkaian bunga-bunga.

Telaga selalu menyimpan luka, tanpa luka dia pasti kan lupa. Meski terombang-ambing bersama angin dan panas. Dia kan tetap tenang karena tiada siapapun yang mengenangnya.

-Selesai-


Minggu, 08 September 2024

Coretan

Meja Kaki

Oleh: Dina. S


Di bawah lampu ku tulis tentangmu

Kubiarkan kamu mengembara dalam sajakku

Indah mata serta tutur katamu

Tergurat senyummu yang merayu palsu


Meski terkekang dalam fana

Tapi ku siratkan abadi di atas meja

Dibiarkan dihantar di tepi pantai

Berlayar berdua terpotret alami


Bersandingnya doa dan sandiwara

Dalamnya rasa cinta bagai huru-hara

Memeluk rindu yang ikhlas tak terkira

Bisakah kita berjumpa dan berbagi cerita


Kamis, 05 September 2024

Coretan

Pigura

Oleh: Dina. S


Ukuran yang seimbang

Lebar serta panjang

Dipaku di dinding

Bertengger di atas meja


Momen yang berbeda

Dengan mimik yang sama

Bening kaca menembus kenangan

Senyum yang sama tipis dipantulkan cahaya


Seribu langkah yang jauh

Prasangka, derita dan bahagia

Kembali terbungkus kaca

Dikelilingi oleh pigura


Selembar foto indah bagaikan kisah

Dan kasih layaknya si pengambil sudut yang resah


Rabu, 04 September 2024

Coretan

 Kaca Pembesar

Oleh: Dina. S


Keterbatasan membuatku bebas

Garis demi garis yang kau tonjolkan

Menjauhkanku dari kekacauan

Namun jiwa bergejolak meronta


Penegasanmu adalah awal bagiku

Untuk berpetualang lalu pulang


Menafsirkan arti rindu dan temu

Mencintai terluka dan bahagia

Indahnya hidup bersama, mengindahkan kesendirian

Memaknai dengan besar saat hati dikecilkan

Coretan

 Navigasi Oleh: Dina. S Dia tidak pernah takut dan menghindar Selalu peduli dan mencoba memperbaiki Saat kau memuja jembatan yang dipakai un...