Rabu, 31 Mei 2023

Tak Sempat Digenggam

Kina memukul bebatuan di pinggir kali rumahnya. Dipukul, dibanting hingga berubah menjadi kerikil. Setelah itu Kina masukkan ke dalam ember kecil, berwarna hitam dan diberi kawat untuk pegangan. Sesampainya di rumah, ia tumpukan di pojok rumahnya. Dia bersama ayahnya, membetulkan tembok dapur rumah yang berlubang karena banjir tahun lalu. Setelah menumpukan batu-batunya, Kina pun kembali ke sungai di mana ia mengambil bebatuan. Sedang sang ayah, mencoba menggunakan skillnya untuk menutup tembok dapur yang berlubang itu.

Senja tiba, mereka pun duduk-duduk di teras. Ayahnya membersihkan perkakas dan Kina menatap matahari yang terbenam di balik tembok rumahnya. Seketika, ia menangis teringat akan kepergian ibunya yang hanyut karena aliran banjir yang sangat deras.
🌊 flashback
Pagi yang begitu cerah, suara burung berkicau di dahan memberikan kesan hangat pagi itu. Kina memberikan surat yang ia terimanya pagi ini dari Pak RT. Surat yang menginformasikan bahwa ia diterima bekerja di kantor desa tempat tinggalnya. Meskipun hanya sebagai petugas kebersihan, tapi keluarganya amat bersyukur. “Sambil bekerja, kamu boleh melanjutkan sekolah lagi,” Ibunya sambil mengusap kening anak perempuan satu-satunya. “Tidak, Bu. Kina hanya ingin bekerja sambil menjaga ibu. Ibu kan sedang sakit,”
Sebenarnya tidak hanya keluarga, tapi warga pun mendukung Kina untuk bersekolah lagi. Tapi Kina yang menginjak usia 16tahun, saat itu hanya berpikir menjaga ibunya. Semua pun memaklumi termasuk ayahnya yang bekerja serabutanpun mengiyakan. Terlebih, ayahnya sering bepergian ke luar kota untuk ikut dengan tetangga atau kerabatnya membantu dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.

Kina punya seorang kakak, namun sayangnya hanya kakak angkat yang diasuh dari kecil. Anak dari tetangga orang tua Kina yang keduanya meninggal karena usianya sudah menua. Saat ini kakaknya sudah berumah tangga dan belum pernah sekalipun untuk pulang ke rumah. Dengar kabar, istrinya sangat sensitif terlebih mereka pun berbeda pulau. Kakaknya hanya menumpang hidup selesai bersekolah dan setelah memiliki pekerjaan, dia meninggalkan orang tua Kina.

Hari pertama Kina bekerja.
Kina memakai seragam petugas kebersihan, mencium tangan sang ibu agar diberikan keberkahan pagi ini. Ibu pun menyalaminya dan mengusap rambut anak perempuan dan anak satu-satunya.
Di tempat Kina bekerja, ia memberikan kepatuhannya sebagai pekerja dan memberikan kesadarannya, berfokus hanya untuk kebersihan. Sambil duduk-duduk di waktu istirahat, dia diberikan pelajaran tambahan memelihara tanaman di sekitar kantor. Tulisannya yang cantik, ia guratkan di atas kertas untuk dijadikan pengingat tugasnya di kantor. Sedangkan Bude Wati (sebutan namanya yang seorang petugas pelayanan kantor desa) tersenyum melihat Kina yang sangat memperhatikan dan antusias akan pekerjaannya.
“Semangat ya sayang, insyaallah Bude pastikan tahun depan kamu pasti diberikan kesempatan untuk bersekolah lagi”
“Amiin Bude,”
“Besok Bude kirimkan buku-buku bekas bude sekolah. Kina tunggu saja di rumah, nanti kamu bisa pelajari sambil menjaga ibu kamu di rumah”
“Tidak perlu repot-repot, Bude. Satu-satu dulu ya,”
“Tidak apa-apa, Bude senang membantu Kina. Selain anaknya penuh energi positif dan ingin berkembang, Bude juga yakin, Kina bisa sukses di masa depan”.

Jam menunjukan pukul 1, dan mereka pun kembali bekerja dengan tugasnya. Angin sepoi-sepoi mulai menghampiri, awan gelap yang membawa gumpalan air hujan akan tiba. Dengan sigap Kina mengumpulkan gundukan karung berisi daun-daun ke belakang kantor. Gadis kecil bertubuh mungil itu pun mengais kantong sampah jenis lainnya ke tempat yang berbeda. “Sepertinya hari ini hujannya akan sangat deras,”
Waktu menunjukkan jam dua siang, terlihat  Bude Wati bergegas menaiki sepedanya. Sepertinya hari ini jadwalnya dipangkas satu jam. Hujan gerimis yang mulai turun tak membuatnya takut. Dan tanpa berpamitan kepada Kina yang memperhatikannya, ia cepat melajukan sepedanya itu.
Angin semakin kencang, dan hujan lebat pun semakin menjadi-jadi. Akhirnya waktu pulang pun tiba, Kina bergegas pulang karena khawatir akan keadaan ibunya. Sesampainya di rumah, ia melihat tumpukan buku yang tertuliskan nama Wati. Ibunya memberi tahu kalau Bude Wati memberikan buku tersebut sambil hidungnya yang mengeluarkan darah dengan wajah yang memar.
Setelah membersihkan badan, ia pun memasukkan buku-buku tersebut ke lemari. Ia mengambil salah satu buku yang menarik perhatiannya. Yaitu, buku sejarah. Ibunya yang buta huruf, meminta Kina untuk membacakan halaman per halaman. Kina pun menuruti dan membacakan dengan caranya. Dari cara memberikan informasi, terlihat tidak seperti gadis yang pendidikannya tertinggal dan dari kata perkata yang ia ucapkan membuat orang yang mendengarnya ingin terus dibacakan atau ceritakan oleh Kina.
Malam telah larut, Kina meminta ijin untuk beristirahat. Ia mematikan saklar lampu yang tersambung dengan tetangganya. Ya, meskipun hanya diberikan satu saklar lampu tapi mereka bersyukur, saklar lampu itu membuat rumahnya tidak terlalu minim cahaya. Terlebih tetangganya benar-benar memberikan secara gratis. Kina dan ibunya memanfaatkan hanya untuk penerangan di kamar, hingga waktunya tidur, rumah Kina gelap gulita. Ibunya tidur di atas kasur, sedang Kina tidur di bawah yang hanya beralaskan karpet plastik dan bantal. Setelah ditinggal kakak angkatnya, keluarganya semakin miskin terlebih ketika istri kakaknya meminta dua pasang lembu yang dijadikan mahar pernikahan mereka.
Meskipun minim lampu, rumah Kina masih terbilang aman dan tidak bocor pada saat hujan. Mungkin karena Kina juga yang sigap memberikan cat anti bocor dan mengganti genteng rumahnya. Ya, itu semua diajarkan oleh ayahnya. Sedang catnya diberi oleh tetangga yang memberikan saklar lampu. Untuk membaca dan mengerjakan tugas, dari pertama sekolah, baik Kina ataupun kakak angkatnya hanya mengandalkan cahaya matahari. Jadi senja tiba, tugas selesai dan ia tuntas membaca buku yang ia sukai.

Sayangnya, hujan malam itu tidak bersahabat. Hujan yang sangat deras, angin yang lebat dan beberapa tanggul mulai jebol. Yang akhirnya menimpa beberapa rumah di desa itu termasuk rumah Kina. Kina yang tertidur lelap pun tak terasa ternyata ia sedang terombang-ambing di kamarnya. Yang akhirnya, ular panjang membuatnya terkejut namun karena sudah terbiasa ia tidak berteriak. Ular pun hanya melewati saja. Dia terbangun lalu berdiri, melihat sekeliling kamarnya. Kasur yang digunakan ibunya berbaring telah terbalik, sedangkan ibunya tidak ada. Dia khawatir ibunya di makan ular, kemudian Kina melihat kembali ular panjang yang melewatinya tadi. Tapi tidak tampak gemuk di perutnya. Kina ikuti hingga menuju dapur, ternyata tembok kamar dan dapurnya sudah jebol.
Kina memanjat atapnya, betapa terkejutnya dia, desanya sudah dipenuhi banjir.
_bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Coretan

 Navigasi Oleh: Dina. S Dia tidak pernah takut dan menghindar Selalu peduli dan mencoba memperbaiki Saat kau memuja jembatan yang dipakai un...